JATIM masih ada daerah 3T? Masih banyak Angka Putus sekolah?

Saya tidak setuju dengan, Permen Dikbud No 19 tahun 2016 tentang Program Indonesia Pintar pasal 2 yang menyatakan bahwa, “Meningkatkan akses bagi anak usia 6 (enam) sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun untuk mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah dalam rangka mendukung pelaksanaan pendidikan menengah universal/rintisan wajib belajar 12 (dua belas) tahun”. Mungkin, hal ini akan menimbulkan beberapa pertanyaan seperti: “mengapa saya tidak mendukung upaya pemerintah dalam mengentaskan masalah pendidikan di Indonesia?”. Di sisi lain, saya juga merupakan seorang pendidik yang juga sangat berperan penting dalam mendukung program tersebut.

Dua tahun lalu, tepatnya di bulan Agustus 2019 saya mengikuti program Jatim Mengajar VII. Program tersebut merupakan program penyaluran pendidik di daerah 3T (Terbelakang, Tertinggal, dan Terpelosok) yang di selenggarakan oleh LP3M Unesa dan YDSF. Wilayah 3T tersebut meliputi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Setelah mengikuti program tersebut saya menjadi tau ternyata di daerah saya, Jawa Timur khususnya masih banyak daerah-daerah pelosok. Selama mengikuti program tersebut saya berkesempatan merasakan dua tempat 3T provinsi Jawa Timur yaitu di dusun Legading selama 3 hari (prakondisi) dan di dusun Dermalang yang menjadi tempat tugas saya selama satu tahun.


Banyak pengalaman hidup yang saya peroleh selama mengikuti program tersebut terutama dalam hal pendidikan. Hampir masyarakat Indonesia di wilayah 3T tersebut mengalami pra-sejahtera pendidikan, angka putus sekolah hingga berakibat pernikahan dini. Bahkan, anggapan pendidikan tidak menjamin hidup sejahtera masih melekat dalam diri masyarakat. Sungguh teriris hati saya, biasanya saya melihat anak sekolah berbaju seragam rapi, bersepatu, diantar orang tuanya ke sekolah, serta fasilitas sekolah juga lengkap. Tetapi, keadaan tersebut berbanding 180 derajat dengan kondisi pendidikan di dusun Legading, desa Durjan, kecamatan Kokop, kabupaten Bangkalan, Madura. Kondisi pendidikan disana, jarang peserta didik memakai seragam lengkap dan rapi, hanya memakai sandal karena tanahnya sangat berdebu, fasilitas seperti bangku pun terbatas, dan banyak yang lesehan. Hal tersebut, juga terjadi di tempat tugas saya di dusun Dermalang, desa Mlangi, kecamatan Widang, kabupaten Tuban. Pendidikan di sini juga sangat kurang, rata-rata masyarakat sini hanya berpendidikan MI, sehingga pemahaman mereka tentang pendidikan juga perlu ditingkatkan. Selain kondisi alam yang tidak mendukung, karena dusun tersebut berada di tengah-tengah hamparan tanah berlumpur yang ketika turun hujan akan menjadi rawa sehingga perlu semangat tinggi untuk mengakses sekolah dengan medan yang susah.


Dalam hal ini, saya sebagai pendidik merasa terketuk hati ikut berperan aktif mengentaskan masalah pendidikan di daerah 3T. Kontribusi yang telah saya berikan selama satu tahun mengabdi disana, untuk ilmu formal biasanya saya berikan di sekolah dan bimbingan belajar yang diselenggarakan pada waktu malam hari. Tantangan dalam hidup saya, saya harus menguasai semua mata pelajaran. Di bidang informal, saya memberikan ekstrakulikuler seperti pembelajaran bahasa Jawa, Inggris, dan Jepang. Saya juga mengajar bidang keagamaan yaitu pendidikan diniyah dan pendampingan Tahfidz Al-Quran. Selain itu, saya juga memberikan pelatihan pembuatan kerajinan dengan memanfaatkan potensi alam disana, seperti tanah liat. Jadi, kita belajar membuat vas dari tanah liat tersebut. Sedangkan, untuk wawasan pendidikan serta beasiswa saya memberikan contoh-contoh beasiswa serta sekolah-sekolah yang menyediakan pendidikan gratis dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Menurut saya, pembelajaran yang paling utama adalah terus memotivasi peserta didik untuk tetap melanjutkan sekolah. Mereka terus saya motivasi nyata pengalaman yang sudah saya alami. Dengan harapan, selain saya mengasah hard skill, soft skill peserta didik , saya juga ingin mereka terus melanjutkan pendidikan dan tidak mengalami putus sekolah yang berakibat dengan pernikahan dini.

Alhamdulillah selang satu tahun selesai bertugas, saya merasa sangat gembira mendengar kabar baik dari peserta didik secara beurutan. Selain mereka merasa senang dengan hasil ujiannya yang memuaskan, mereka juga bisa melanjutkan sekolah lagi ke jenjang yang lebih tinggi.

Bagi saya, sebagai seorang pendidik untuk ikut berkontribusi menyukseskan program pemerintah tersebut tidak hanya mendukung tetapi harus dilakukan dengan tindakan nyata. Tindakan nyata tersebut biasanya dimulai dari hal kecil di lingkungan kita, masyarakat tempat tinggal kita, serta daerah dimana kita dibesarkan. Masih banyak tempat-tempat 3T yang mungkin tidak hanya di Jawa Timur tetapi di seluruh Indonesia yang membutuhkan kita sebagai seorang pendidik. Pemerintah, masyarakat, anak-anak dan pendidik bahkan generasi muda tertama yang berada di wilayahnya sendiri memang harus saling bekerja sama dalam mengentaskan masalah pendidikan. Mungkin suatu saat, hal kecil yang telah kita rubah akan berakibat menyelamatkan banyak generasi muda harapan bangsa Indonesia.

 

Oleh : Devian Astika Wati 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemuaian Luas Fisika 11

Pengambilalihan Pemerintah Afghanistan oleh Taliban? Bagaimana Indonesia menyikapinya berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945?

Aplikasi Induksi Elektromagnetik pada Gitar Listrik